Minggu, 24 Januari 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK SLB TERHADAP KEBIASAAN MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIA DIARE DI SLB HARAPAN II MANCAR PETERONGAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Diare adalah suatu keadaan abnormal dari pengeluaran berak dengan frekuensi tiga kali atau lebih dengan melihat konsisten lembek, cair sampai dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja (Depkes RI, 2007). Diare merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui tangan yang  tidak  bersih. Penjamah makanan dengan hygiene perorangan yang rendah dan kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih sering mengkontaminasi makanan oleh mikroorganisme. (Capucino and Sherman H, 2007). Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia yang di dalamnya mengandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Oleh karena itu diperlukan konsumsi bahan makanan yang baik yang berasal dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan (Imam dan Sukamto, 2008).
        Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, ternyata dapat mengurangi insiden diare sampai 50% atau sama dengan menyelamatkan sekitar 1 juta anak didunia dari penyakit tersebut setiap tahunnya. Diare memang penyakit yang mudah menular, terutama pada peralihan musim. Biasanya pada peralihan musim ini banyak lalat (hewan pembawa bakteri). Lalat ini hinggap dimakanan, sehingga makanan menjadi tidak hygienis dan dapat menyebabkan diare. Akibat yang ditimbulkan diare adalah kekurangan cairan tubuh dan garam-garam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Akibat kekurangan cairan terus menerus akan berakibat dehidrasi. Selain itu diare juga dapat mengakibatkan malnutrisi karena nafsu makan berkurang. Malnutrisi akan menyebabkan resiko terjadinya diare lebih berat dan lama, dan pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan kematian (Depkes RI, 2007).
         Makanan sehat yaitu makanan yang memiliki persyaratan sesuai dengan susunan yang diinginkan, bebas dari pencemaran, bahan kimia yang berbahaya, jasad renik dan parasit maka makanan harus diolah dengan benar, penyajian yang tepat dan pengangkutan yang sesuai dengan sifat-sifat makanan dan memperhatikan kebersihan setiap saat. Mengingat adanya batas kemampuan makanan untuk tampil dalam keadaan yang terbaik dan sehat, maka perlu dipertimbangkan perencanaan yang matang, pengolahan dan penyajian yang tepat serta penyimpanan dan penyebaran atau pengangkutan ke tempat lain untuk menekan terjadinya kontaminasi. Penyajian makanan bisa menimbulkan masalah bila faktor-faktor hygiene tidak diperhatikan, misalnya memakai alat atau tempat makanan yang tidak bersih, tidak mencuci tangan atau membiarkan makanan terlalu lama dipengaruhi oleh lingkungan (Hartono, 2007). Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeses atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan. Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2006).
      Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat. Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh (Batanoa, 2008).
        Dari uraian diatas, maka peneliti ingin meneliti apakah ada Hubungan pengetahuan anak SLB terhadap Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Luar Biasa harapan II, Peterongan

1.2.Rumusan Masalah
Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare?

1.3.Tujuan Penelitian
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare?
1.3.1.         Tujuan umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan

1.3.1.         Tujuan khusus
1.      Mengidentifikasi hubungan pengetahuan anak SLB terhadap cuci tangan
2.      Mengidentifikasi kejadian diare pada anak SLB
3.      Menganalisis Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare di SLB harapan II,peterongan.


1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1.         Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebiasaan mencuci tangan dan perbaikan pelayanan kesehatan, dan sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti yang tertarik pada kebiasaan mencuci tangan pada anak SLB dengan kejadian diare

1.4.2.         Manfaat Praktis
1.   Bagi Responden, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penderita diare mengenai penyakit dan cara pengelolaan mencuci tangan, sehingga timbul dorongan dari penderita untuk melaksanakan mencuci tangan
2.   Bagi Institusi Pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut khususnya mengenai penyakit diare
3.   Bagi pihak sekolah SLB untuk memberikan masukan perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan pada penderita diare dalam peningkatan kualitas pelayanan khususnya edukasi mengenai kebiasaan mencuci tangan di sekolah maupun di luar sekolah
4.   Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk belajar melakukan penelitian dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat khususnya dalam bidang CRP (comunication research program).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Teori Diare
2.1.1.            Pengertian diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali, dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja (Suharyono, 2005).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005).
Diare adalah keluarga tinja air dan elektrolit yang hebat, pada bayi volume tinja > 159/kg/24 jam pada umur 3 tahun, volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 g/24 jam (Behrman, 2006).
Diare adalah kehilangan cairan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali/lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi, 2007).

2.1.2.            Etiologi diare
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1.      Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2.      Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3.      Alergi.
4.      Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5.      Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6.      Penyebab lain

2.1.3.             Patofisiologi diare
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
1.      Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor. 
2.      Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
3.      Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
4.      Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising usus dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen infeksi. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen pengiritasi pada kolon, maka ada upaya untuk segera mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi darah.
Proses terjadinya Gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
1.      Faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganime (kuman)yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerahpermukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yangakhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan danelektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkansystem transport aktif dalam usus halus, sel di dalam mukosa intestinalmengalami iritasi dan meningkatnya cairan dan elekrtolit.Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinalsehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitasintestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit.
2.      Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsiyang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadipergeseran air dan eletrolit ke ronga usus yang dapat meningkatkan isirongga usus sehingga terjadilah Gastroenteritis.
3.      Faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampudiserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yangmengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yangkemudian menyebabkan Gastroenteritis.
4.      Faktor psikologi dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristalticusus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yangdapat mnyebabkan Gastroenteritis (Hidayat Azis, 2006).



2.1.4.         Manifestasi Klinik diare
1.      Bising usus meningkat, sakit perut atau mules
2.       Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)
3.      Asidosis, hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma
4.       Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya amoeba)
5.      Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
6.      Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
7.      Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
8.      Kram abdominal
9.      Demam
10.  Mual dan muntah
11.  Anoreksia
12.  Lemah
13.  Pucat
14.  Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernapasan cepat
15.   Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

2.1.5.         Faktor Resiko Diare
1.   Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2.    Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3.   Musim
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4.   Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5.   Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6.   Status Sosial Ekonomi.
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.

2.1.6.               Komplikasi Diare
     Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
1.   Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2.   Renjatan hipovolemik
3.   Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,      perubahan pada elektrokardiogram).
4.   Hipoglikemia
5.   Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6.   Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7.   Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan.
8.   Hiponatremi
9.   Syok hipovolemik
10.  asidodis(suriadi.2007).

2.1.7.               Ktiteria Diare
1.      Diare ringan, apabila diare terjadi  ≤ 1x / 2 jam atau  ≤ 5 mL / KgBB / jam
2.      Diare berat, apabila diare terjadi  > 1x / 2 jam atau  >  5 mL / KgBB / jam

2.1.8.                Pemeriksaan Diagnostik
1.      Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
2.      Kultur tinja
3.      Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin, dan glukosa
4.      Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah

2.1.9.                  Pencegahan diare
Penyakit diare dapat dicegah melalui ( Widoyono, 2005: 151 )
1.      Menggunakan air bersih
Tanda-tanda air bersih :
2.3.1.                        Tidak berwarna
2.3.1.                        Tidak berbau
2.3.1.                        Tidak berasa
2.      Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.
3.      Membuang tinja bayi dan anak-anak dengan benar.
Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1.      Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2.      Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3.      Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempat tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4.      Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5.      Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6.      Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7.      Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8.      Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

2.1.10.              Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Adapun  penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Banyak minum
2.      Rehidrasi perinfus
3.      Antibiotika yang sesuai
4.      Diet tinggi protein dan rendah residu
5.      Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang  abdomen
6.      Tintura opium dan paregorik  untuk mengatasi diare (atau obat lain)
7.      Transfusi bila terjadi perdarahan
8.      Pembedahan bila terjadi perforasi.
9.      Observasi keseimbangan cairan

2.2.Konsep teori mencuci tangan
2.2.1.                  Pengertian mencuci tangan
Menurut Kamaruddin (2009) tangan merupakan bagian tubuh yang lemba yang paling sering berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan dengan memakai sabun.Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (Hidayat, 2005).
Mencuci tangan adalah dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting (Umar, 2009).
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci tangan, sabun jadi kotor). Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku, telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (AMI, 2005).


2.2.2              Tujuan Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan suatu teknik yang paling mendasar untuk menghindari masuknya kuman kedalam tubuh dimana tindakan ini dilakuakn dengan tujuan :
1.      Menghilangkan kotoran yang melekat di tangan
2.      Menghilangkan bau yang melekat di tangan
3.      Mencegah penyebaran infeksi silang
4.      Menjaga kondisi tangan agar tetap steril
5.      Memberikan perasaan yang segar dan bersih

2.2.3.            Indikasi Mencuci Tangan
   Dalam kehidupan sehari-hari banyak penyebaran penyakit yang melalui tangan,  oleh karena itu berikut indikasi mencuci tangan :
1.      Sebelum dan setelah kontak dengan kulit bayi atau cairan tubuh
2.      Sebelum melakukan teknik aseptic
3.      Sebelum memegang makanan
4.      Bila terlihat kotor
5.      Setelah dari toilet
6.      Setelah kontak dengan peralatan yang kotor atau berpotensi terkontaminasi
7.      Setelah melepaskan sarung tangan


2.2.4.            Prinsip Mencuci Tangan
Dalam mencuci tangan terdapat beberapa prinsip, antara lain :
1.   Anggap bahwa semua alat terkontaminasi : jangan terlalu sering memegang keran, tempat sabun, wastafel, alat pengering, terutama setelah mencuci tangan : dianjurkan untuk menggunakan tempat sampah yang dapat dibuka tutup menggunakan injakan kaki, keran yang diputar dengan siku.
2.   Jangan memakai perhiasan : cincin meningkatkan jumlah mikroorganisme yang ada ditangan; perhiasan juga menimbulkan kesulitan dalam mencuci tangan secara seksama.
3.   Gunakan air hangat yang mengalir, alirannya diatur sedemikian rupa demi kenyamanan; air yang terlalu panas akan membuka pori-pori dan menyebabkan iritasi kulit; cegah terjadinya percikan air, terutama kebaju, karena mikroorganisme akan berpindah dan berkembang biak di tempat yang lembab.
4.   Gunakan sabun yang tepat dan gunakan sampai muncul busa: sabun akan mengemulsikan lemak dan minyak serta mengurangi tegangan permukaan, sehingga memudahkan pembersihan.
5.   Gunakan gerakan memutar, menggosok dan bergeser: gerakan ini mengangkat dan menghilangkan kotoran dan mikroorganisme.
6.   Gunakan handuk atau tisu sekali pakai untuk mengeringkan tangan : handuk ini lebih sedikit menyebarkan mikroorganisme dibandingkan pengering udara panas atau handuk.

2.2.5.            Macam Macam Mencuci Tangan
1.      Mencuci tangan dengan air
            Wadah pencuci tangan dan jeruk nipis yang disediakan di Rumah Makan Ritual mencuci tangan di dunia dipraktikan sebagai bagian dari budaya maupun praktik keagamaan. Dalam agama Hindu terdapat ritual mencuci tangan Bahá'í, dalam agama Yahudi dinamakan tevilah dan netilat yadayim. Praktek yang mirip adalah ritual lavabo untuk agama Kristen, wudhu untuk agama Islam, dan Misogi di kuil Shinto.Di beberapa rumah makan di Indonesia seperti rumah makan padang, rumah makan sunda, atau warung-warung makan lainnya dimana mengonsumsi makanan dirasakan lebih umum dengan menggunakan tangan langsung (tanpa alat makan seperti sendok dan garpu), penjual kadang-kadang menyediakan wadah berupa mangkuk kecil berisi air (sering juga disebut dengan kobokan) untuk mencuci tangan disertai dengan irisan jeruk nipis untuk menghilangkan bau sesudah makan. Praktek mencuci tangan yang dianjurkan pada umumnya adalah dilakukan dibawah air yang mengalir, karena air dalam keadaan diam dan digunakan untuk mencuci tangan yang kotor bisa menjadi tempat sup kuman karena berkumpulnya kotoran yang mungkin mengandung kuman penyakit di satu tempat dan menempel lagi saat tangan diangkat dari wadah mencuci tangan tersebut.

2.      Mencuci tangan dengan air panas
            Walaupun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa mencuci tangan dengan air panas lebih efektif untuk membersihkan tangan, namun pendapat ini tidak disertai dengan pembuktian ilmiah. Temperatur dimana manusia dapat menahan panas air tidak efektif untuk membunuh kuman. Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa air panas dapat membersihkan kotoran, minyak, ataupun zat-zat kimia, namun pendapat populer ini sebenarnya tidak terbukti, air panas tidak membunuh mikro organisme. Temperatur yang nyaman untuk mencuci tangan adalah sekitar 45 derajat celsius, dan temperatur ini tidak cukup panas untuk membunuh mikro organisme apapun. Namun temperatur yang jauh lebih panas (umumnya sekitar 100 derajat celsius) memang dapat membunuh kuman. Tidak efektifnya temperatur air untuk membunuh kuman juga dinyatakan dalam prosedur standar mencuci tangan untuk operasi medis dimana air keran dibiarkan mengalir deras hingga 2 galon per menit dan kederasan air inilah yang membersihkan kuman, sementara tinggi rendahnya temperaturnya tidak signifikan.
3.      Mencuci tangan dengan sabun
            Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mencuci tangan dengan sabun Mencuci tangan dengan sabun adalah praktik mencuci tangan yang paling umum dilakukan setelah mencuci tangan dengan air saja. Walaupun perilaku mencuci tangan dengan sabun diperkenalkan pada abad 19 dengan tujuan untuk memutus mata rantai kuman, namun pada praktiknya perilaku ini dilakukan karena banyak hal di antaranya, meningkatkan status sosial, tangan dirasakan menjadi wangi, dan sebagai ungkapan rasa sayang pada anak. Pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, mencuci tangan bertujuan untuk melepaskan atau membunuh patogen mikroorganisme (kuman) dalam mencegah perpindahan mereka pada pasien. Penggunaan air saja dalam mencuci tangan tidak efektif untuk membersihkan kulit karena air terbukti tidak dapat melepaskan lemak, minyak, dan protein dimana zat-zat ini merupakan bagian dari kotoran organik. Karena itu para staf medis, khususnya dokter bedah, sebelum melakukan operasi diharuskan mensterilkan tangannya dengan menggunakan antiseptik kimia dalam sabunnya (sabun khusus atau sabun anti mikroba) atau deterjen. Untuk profesi-profesi ini pembersihan mikro organisme tidak hanya diharapkan "hilang" namun mereka harus bisa memastikan bahwa mikro organisme yang tidak bisa "bersih" dari tangan, mati, dengan zat kimia antiseptik yang terkandung dalam sabun. Aksi pembunuhan mikroba ini penting sebelum melakukan operasi dimana mungkin terdapat organisme-organisme yang kebal terhadap antibiotik.
4.       Mencuci tangan dengan cairan
a.    Pada akhir tahun 1990an dan awal abad ke 21, diperkenalkan cairan alcohol untuk mencuci tangan (juga dikenal sebagai cairan pencuci tangan, antiseptik, atau sanitasi tangan) dan menjadi populer. Banyak dari cairan ini berasal dari kandungan alkohol atau etanol yang dicampurkan bersama dengan kandungan pengental seperti karbomer, gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, cairan, atau busa untuk memudahkan penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Cairan ini mulai populer digunakan karena penggunaannya yang mudah, praktis karena tidak membutuhkan air dan sabun.
b.   Penggunaan cairan sanitasi tangan berbentuk jel dan berbahan dasar alkohol dalam sebuah penelitian di Amerika pada 292 keluarga di Boston menunjukkan bahwa cairan ini mengurangi kasus diare di rumah hingga 59 persen. Dr. Thomas J. Sandora, seorang dokter di Divisi Penyakit Menular pada RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's Hospital Boston) dan juga penulis untuk buku "Tangan Sehat, Keluarga Sehat" ("Healthy Hands, Healthy Families.") mengemukakan bahwa penelitian ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa penggunaan cairan sanitasi tangan menunjukkan bahwa perilaku ini mengurangi penyebaran kuman di rumah. Keluarga yang direkrut untuk penelitian ini adalah keluarga yang menitipkan anak-anaknya di tempat penitipan anak dan menunjukkan aktivitas mencuci tangan dengan sabun dengan frekuensi yang sama saat direkrut untuk penelitian. Lalu separuh dari keluarga itu diberikan cairan sanitasi tangan dan selebaran yang memberitahu tentang pentingnya kebersihan tangan. Sementara separuhnya lagi, befungsi sebagai kontrol dan menerima selebaran tentang nutrisi dan diminta untuk tidak menggunakan cairan pencuci tangan. Hasilnya keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan mengindikasikan 59 persen angka diare yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang berfungsi sebagai kontrol. Penelitian lain oleh Harvard Medical School dan RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's Hospital Boston) yang dipublikasikan pada bulan April 2005 menunjukkan efek perlindungan pada penderita ISPA dalam keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan atas inisyatif mereka sendiri. Cairan sanitasi ini menjadi alternatif yang nyaman bagi para orang tua yang tidak sempat berulangkali ke wastafel untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit. Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan wastafel, dan sebagai tambahan rotavirus (virus yang paling sering ditemukan dalam kasus diare di tempat penitipan anak di Amerika), tidak dapat dibersihkan secara efektif dengan sabun dan air, namun dapat dimatikan dengan alkohol.
c.    Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga cairan pembersih tangan non alkohol. Namun apabila tangan benar-benar dalam keadaan kotor, baik oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk mencuci tangan lebih disarankan karena cairan pencuci tangan baik yang berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif membunuh kuman cairan ini tidak membersihkan tangan, ataupun membersihkan material organik lainnya.
d.   Dalam perdebatan yang mana perilaku yang lebih efektif di antara menggunakan cairan pembersih tangan atau mencuci tangan dengan sabun, Wallace Kelly, Infection Control R.N. (Paramedik untuk Pengendalian Infeksi) berpendapat bahwa keduanya efektif dalam membersihkan bakteria-bakteria tertentu. Namun cairan pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak efektif dalam membunuh bakteria yang lain seperti e-coli dan salmonela. Karena alkohol tidak menghancurkan spora-spora namun dengan mencuci tangan dengan sabun spora-spora tersebut terbasuh dari tangan. Menurutnya metode terbaik adalah menentukan saat keadaan tidak memungkinkan untuk mengakses air dan sabun, maka cairan pencuci tangan jauh lebih baik daripada tidak menggunakan apapun.
e.    Di Amerika Serikat cairan pencuci tangan dilarang oleh Departemen Pemadam Kebakaran dari sekolah-sekolah karena kekhawatiran bahwa cairan tersebut dapat merangsang api menjadi besar, namun Rumah Sakit Tallahasee Memorial Hospital diperbolehkan untuk menaruh cairan pencuci tangan dalam jumlah tertentu. Cairan pencuci tangan yang disarankan adalah yang mengandung paling sedikit 60 persen alkohol dan bahan pelembab.
f.    Cairan pembunuh kuman yang berbahan dasar alkohol tidak efektif untuk mematikan materi organik, dan virus-virus tertentu seperti norovirus, spora-spora bakteria tertentu, dan protozoa tertentu. Untuk membersihkan mikro organisme - mikro organisme tersebut tetap disarankan menggunakan sabun dan air.
5.      Mencuci tangan dengan tisu basah
            Rediwipes tisu basah yang dinyatakan dapat membunuh bakteri E-coli dan Salmonella. Tisu basah diperkenalkan pada awalnya untuk membersihkan tidak hanya tangan, tetapi juga kotoran bayi, permukaan meja, dan di AS dianjurkan untuk peralatan rumah tangga laiinya. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular) di Amerika serikat sebayak 76 juta dari 300 juta orang yang tinggal di AS sakit setiap tahunnya karena penyakit yang dibawa bersamaan dengan masuknya makanan. Sebanyak 300.000 masuk rumah sakit dan dan setiap tahun 5.000 orang meninggal dunia karena penyakit dibawa bersamaan dengan masuknya makanan.
            Tisu basah menjadi alternatif membersihkan tangan setelah mencuci tangan dengan sabun karena lebih praktis dan tidak memerlukan air. Beberapa tisu basah telah mengembangkan kandungan wewangian beralkohol, atau anti bakteri, ataupun minyak almond untuk menjaga kulit tangan agar tidak terasa kering. Namun menurut dr. Handrawan tisu basah tidak baik untuk mencuci tangan karena hanya mengembalikan kuman bolak-balik di tangan.
            Dalam beberapa kasus khusus, sebuah perusahaan di AS mengeluarkan tisu basah yang berlabel Rediwipes yang menyatakan dapat membunuh 99.9 persen bakteri yang terdapat dirumah termasuk bakteri Salmonella dan E. coli. Tisu ini dianjurkan untuk digunakan dalam membersihkan tangan dan peralatan dapur lainnya sebelum masak agar mencegah kontaminasi bakteri silang antara tangan, bahan masakan, dan peralatan dapur sehingga tidak menyebaran.

2.2.6.            Cara Mencuci Tangan Yang Benar Dan Steril
                  Pentingnya mencuci tangan untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari penyakit.Sebaiknya mengajarkan kebiasaan baik mencuci tangan kepada anak yang masih kecil, karna salah satu penyakit pembunuh anak nomor 1 di Indonesia adalah diare, yang dapat dicegah dengan mengajarkan anak untuk mencuci tangan.
                  Berikut beberapa penyakit akibat tidak cuci tangan yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan benar dan bersih :
1.      Diare,
2.      Cacingan,
3.      Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
4.      TBC,
5.      Penyakit yang mematikan seperti SARS,
6.      Flu burung (H5N1) dan flu babi (H1N1).

2.2.7.            Prosedur dan persiapan mencuci tangan
1.   Persiapan Alat & Bahan
a.    Sabun anti mikroba
b.   Kertas Tisue
c.    Handuk steril
d.   Kikir pembersih kuku
e.    Tempat handuk kotor
f.    Bengkok
g.   Sikat
h.   Spon
2.   Prosedur Kerja
a.    Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian panjang ditarik ke atas
b.   Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah ada luka
c.    Berdiri di depan westafel jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh westafel
d.   Seragam yang digunakan harus tetap kering
e.    Tuangkan sabun 2 - 5 cc kedalam tangan, sabun tangan lengan hingga 5 cm di atas siku
f.    Bersihkan kuku bila kotor dengan kikir dan letakan pada tempat atau bengkok
g.   Basahi sikat / spon dan beri sabun kembali
h.   Jumlah gerakan 20 gerakan untuk tangan, 30 gerakan untuk kuku, sikat di pegang tegak lurus terhadap kuku
i.     Sikat jari - jari termasuk sela jari, sikat telapak tangan, punggung tangan
j.     Basahi sikat dan beri sabun kembali
k.   Bagi tangan menjadi 3 bagian, 1/3 pergelangan tangan bawah dengan arah memutar, lanjutkan 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian atas. tangan dalam posisi fleksi dengan jari - jari menghadap ke atas selama prosedur
l.     Ulangi langkah ini pada yang satunya lagi (tangan kiri)
m. Dengan tangan posisi fleksi bilas dengan seksama ujung jari ke siku tangan kiri dan ulangi pada tangan kanan
n.   Matikan kran dengan siku
o.   Ambil handuk steril yang ada di atas kemasan pastikan tidak ada apapun atau benda dekat dari jangkauan anda
p.   Buka handuk steril secara maksimal pagang satu bagian putar dari jari ke siku
q.   Dengan hati - hati pindahkan handuk ke lengan satunya
r.     Buang handuk pada tempat yang disediakan
s.    Bila akan menggunakan sarung tangan steril dapat dikeringkan hanya dengan kertas tisu.

2.2.8.            Manfaat Mencuci Tangan
Manfaat yang diperoleh apabila kita mencuci tangan dengan air bersih dan sabun yaitu :
1.      Dengan penggunaan sabun yang lebih serta air bersih yang cukup akan menurunkan insiden diare pada anak dan bayi usia enam sampai delapan belas bulan.
2.      Mencuci tangan dengan air bersih dan sebelum menyiapkan makanan efektif menurunkan insiden diare.
3.      Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.       
Dari hasil studi oleh Khan (1982) tentang manfaat mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum makan dan menyiapkan makanan membuktikan bahwa perilaku tersebut merupakan cara yang efektif untuk menurunkan insidens penyakit. 

2.2.9.            Akibat Tidak Aktif Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan kegiatan sehari – hari yang sangat sederhana dan sepele, namun berperan penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan. Dengan mencuci tangan menghindari penyakit seperti diare, flu, penyakit kulit, alergi dan gatal – gatal. Karena tangan kita adalah bagian dari tubuh yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena kuman waktu menyentuh daerah tubuh kita, tubuh orang lain, hewan atau permukaan yang tercemar.
Walaupun kulit yang untuk melindungi tubuh kita dari infeksi, kuman dapat masuk ketubuh waktu kita menyentuh mata, hidung dan mulut. Orang yang terkena HIV lebih rentan terhadap infeksi apapun karena sistem kekebalan tubuhnya dilemahkan oleh HIV. Oleh karena itu, kebersihan terutama mencuci tangan secara lebih teratur.

2.2.10          Factor Mencuci Tangan
1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll).
2. Setelah buang air besar.
3. Setelah menceboki bayi atau anak.
4. Sebelum makan dan menyuapi anak.
5. Sebelum memegang makanan.
6. Sebelum menyusui bayi.
7. Sesudah memegang binatang
8. Sesudah berkebun.
9. Sesudah menceboki bayi atau anak.
10.Sesudah memegang uang.


2.2.11.          7 langkah mencuci tangan
Gambar.2.2.11.tujuh langkah mencuci tangan
2.3.Konsep Teori Pengetahuan
2.3.1.            Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Pengetahuan merupakan respons mental seseorang dalam hubungannya objek tertentu yang disadari sebagai “ada” atau terjadi. Pengetahuan dapat salah atau keliru, karena bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan. Sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut berubah statusnya menjadi keyakinan saja, (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pegalaman orang lain, (Notoatmodjo, 2010).

2.3.2.            Klasifikasi Pengetahuan
   Pengetahuan dalam struktur kognitif hirarkis mencakup enam klasifikasi, yaitu:
1.      Tahu (Know)
               Tahu di artikan sebagai  pengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya temasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali  (recall) terhadap sesuatu yang di pelajari  atau rangsangan yang di terima, (Notoatmodjo, 2007).
2.      Memahami (Comprehension)
            Memahami di artikan  sebagai suatu  kemampuan  untuk menjelaskan secara benar-benar tentang objek yang di ketahui  dan  dapat menginterpretsakan materi tersebut secara  benar, (Notoatmodjo, 2007).



3.      Aplikasi (Aplication)
               Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang di pelajari pada situasi atau kondisi reall (sebenarnya ), (Notoatmodjo, 2007).
4.       Analisis (Analysis)
Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain, (Notoatmodjo, 2007).Sintesis (Syntesis)Sintesis menujuk pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, (Notoatmodjo, 2007).
5.       Evaluasi (Evaluation)
               Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek, (Notoatmodjo, 2007).

3.3.3.            Proses Adopsi Pengetahuan
            Dari suatu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari pengetahuan mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
1.      Awarness (Kesadaran)
Dimana orang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2.      Interest (Tertarik)
Subyek mulai tertarik pada stimulus atau obyek tersebut, maka disini sikap obyek sudah timbul.
3.      Evaluation (Evaluasi)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus-stimulus bagi dirinya, hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.
4.      Trial (Mencoba)
Dimana subyek mulai mencoba melaksanakan sesuatu hal sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus atau obyek.
5.      Adaptation (Adaptasi)
Subyek mencoba melaksanakan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penerimaan perilaku baru atau adopsi yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama, (Notoatmodjo, 2007).
6.      Disebutkan pula bahwa pengetahuan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berperilaku secara alamiah, sedangkan tingkatannya maupun lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang didapatnya akan mendasari seseorang dalam mengambil keputusan rasional dan efektif untuk kesehatannya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya dalam lingkungan inovasi yang baru maka semakin baik pula penerimaannya, (Notoatmodjo, 2007).

3.3.4.             Cara Memperoleh Pengetahuan
   Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.      Cara tradisional atau non ilmiah
         Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi :
a.       Cara Coba Salah (Trial and Error)
   Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah (coba-coba), (Notoatmodjo, 2010).
b.      Secara kebetulan
   Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzin urease oleh Summers pada tahun 1926. Pada suatu hari Summer bekerja dengan ekstrak acetone, dan karena terburu-buru ingin bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam kulkas. Keesokan harinya ketika ingin meneruskan percobaanya, ternyata ekstrak acetone yang disimpan didalam kulkas tersebut timbul kristal-kristal yang kemudian disebut enzim urease, (Notoatmodjo, 2010).
c.       Cara kekuasaan atau otoritas
   Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya, (Notoatmodjo, 2010).
d.      Berdasarkan pengalaman pribadi
   Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan atau merujuk cara tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga berhasil memecahkannya, (Notoatmodjo, 2010).
e.       Cara akal sehat (Common sense)
   Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit, (Notoatmodjo, 2010).
f.       Kebenaran melalui wahyu
   Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan manusia, (Notoatmodjo, 2010).
g.      Kebenaran secara intuitif
   Kebenaran secara intuitif diperoleh oleh manusia secara cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja, (Notoatmodjo, 2010).
h.      Melalui jalan pikiran
   Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan, (Notoatmodjo, 2010).
i.        Induksi
   Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersbut berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala, (Notoatmodjo, 2010).
j.        Deduksi
   Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme ini merupan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik. Didalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu, (Notoatmodjo, 2010).

2.      Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
         Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode berpikir induktif. Mula-mula ia mengadakan pengamatan langsung tehadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebuat dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yakni :
a.       Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
b.      Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
c.       Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu, (Notoatmodjo, 2010).

3.3.5.            Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1.      Umur
Usia adalah umur individu yang terpenting mulai saat di lahirkan sampai berulang tahun, (Nursalam, 2011). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang bertambah dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, (Nursalam, 2011).
2.      Minat
Minat diartikan sebagai sesuatu kecendrungan  atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup sangatlah mungkin seseorang tersebut akan sesuai dengan apa yang diharapkan, (Nothoadmodjo, 2007).
3.      Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan dari pada di pedesaan karena di perkotaan akan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial maka wawasan sosial makin kuat serta di perkotaan mudah mendapatkan informasi.
4.      Sumber informasi
Informasi yang di peroleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas, (Notoatmodjo, 2007).
5.      Pendidikan
Adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut semakin luas pula pengetahuannya.
6.      Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga stastus sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
7.       Pengalaman
Pengalaman adalah peristiwa yang pernah dialami seseorang. Azwar mengatakan bahwa sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lekas berbekas.

3.3.6.            Pengukuran Pengetahuan
                SP
N =                         100%               
                SM
               Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes atau kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau di ukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 5 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
 


 

 Keterangan :
                           N   :  Nilai pengetahuan
SP   :  Skor yang di dapat
                        N  :  Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya prosentase jawaban yang di interpretsikan dalam kalimat kualitatif dengan cara sebagai berikut:
Baik        : Nilai  : 76-100%
Cukup    : Nilai  : 56-75%
Kurang: Nilai     : 55%  (Arikunto, 2010).














BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangaka Konseptual
Anak SLB
 Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaiatan antar variabel (baik yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2011). Dari uraian tersebut maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Factor internal:
1.       Pendidikan
2.       Pekerjaan
3.       Usia
Factor eksternal
1.       Social budaya
2.       lingkungan
Tingkat pengetahuan
1.       Tahu
2.       Memahami
3.       Aplikasi
4.       Analisis
5.       Sentesa
6.       evaluasi
Kebiasaan mencuci tangan
Bersih
Tidak bersih
Bersih sekali
Ringan
Diare
  Factor Mencuci Tangan
1. Setiap kali tangan kita kotor.
2. Setelah buang air besar.
3. Setelah menceboki bayi atau anak.
4. Sebelum makan dan menyuapi anak.
5. Sebelum memegang makanan.
6. Sebelum menyusui bayi.
7. Sesudah memegang binatang
8. Sesudah berkebun.
9. Sesudah menceboki bayi atau anak.
10.    Sesudah memegang uang.

 







1. Baik dengan skor 76-100%
2. Cukup dengan skor 56-75%
3. Kurang dengan
skor 55% 
                                          
Berat
Factor-faktor yang mempengaruhi diare
a.       Usia
b.       Jenis kelamin
c.        Musim
d.       Status gizi
e.        Lingkungan
f.        Status social ekonomi
 





Keterangan:
:Di ukur
:Tidak di ukur
Gambar.3.1 kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap  Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare Di SLB Harapan II,Peterongan.
3.2.Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab  suatu pertanyaan dalam penelitian. (Nursalam, 2011).
Berdasarkan definisi tersebut maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan anak SLB terhadap kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian mencuci tangan di SLB mancar peterongan












BAB IV
METODE PENELITIAN

Bab ini akan dibahas metodelogi penelitian adalah cara memecahkan masalah. Dalam penelitian ini di sajikan : (1) Desain penelitian, (2) Kerangka kerja (3), Tempat dan waktu penelitian, (4)   Populasi, (5) Sampel dan sampling, (6) Identifikasi variabel dan definisi operasional, (7) Instrumen, (8) Teknik pengumpulan data dan rencana pengolahan data, (9) Analisa data , (10) Etika penelitian.
4.1.       Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penilaian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Istilah desain penelitian digunakan dalam dua hal: pertama, desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data: dan kedua, desain penelitian digunakan unuk mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2011).
Dalam penelitian ini dirancang bangun penelitian menggunakan analitik korelasional, yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada.  Penelitian analitik korelasional dengan pendekatan croos sectional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain  (Nurusalam, 2011).
4.2.      
Populasi
Seluruh anak SLB di sekolah luar biasa harapan II,peterongan

Kerangka Kerja

Sampel
Seluruh anak SLB di sekolah luar biasa harapan II,peterongan

 


Sampling
Total  sampling
Desain penelitian
Analitik Korelasional dengan pendekatan cross sectional

Pengumpulan data

Variabel independen
Pengetahuan anak SLB terhadap mencuci tangan
Variabel dependen
Kejadian diare  
Kuesioner

Wawancara

 













s
Karakteristik diare
1.      Diare ringan ≤ 1x / 2 jam atau  ≤ 5 mL / KgBB / jam
2.      Diare berat,> 1x / 2 jam atau  >  5 mL / KgBB / jam

Analisa data
Rank Spearman
Penyajian dan pembahasan


Pengolahan data
Editing, Coding, Scoring, Transfering, Tabulating
Penarikan kesimpulan


Kategori tingkat pengetahuan
1.    Baik dengan skor 76-100%
2.    Cukup dengan skor 56-75%
3.    Kurang dengan skor 55% 

 
















Gambar  4.2 Kerangka kerja hubungan pengetahuan anak SLB terhadap kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare di SLB Harapan II,peterongan. 


4.3.       Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Harapan II,Peterongan pada …………

4.4.       Populasi
            Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalanya manusia: klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).
Populasi penalitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh anak di SLB Harapan II,Peterongan yang telah mendapat persetujuan dari pihak sekolah
4.5.       Sampel, kriteria inklusi, eksklusi dan Sampling
4.5.1.      Sampel
Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti di anggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anak SLB yang berada di SLB Harapan II,Peterongan

4.5.2.      Kriteria inklusi dan eksklusi
1.      Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1)   Anak SLB yang bersedia diteliti
2)   Anak SLB yang ada pada saat penelitian dilaksanakan
3)   Anak SLB yang tidak bisa baca tulis didampingi oleh peneliti
4)   Anak SLB yang di SLB Harapan II,PETERONGAN
2.      Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi :
1.      Anak SLB yang tidak bersedia
2.      Anak SLB yang pernah atau tidah pernah diare

4.5.3.      Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2011).
Proses penyeleksian populasi dalam penelitian ini menggunakan tehnik total  sampling untuk menetapkan sampel yang dipilih.

4.6.       Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional
4.6.1.           Identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah variabel yang merupakan konsep berbagai level dari abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2011).
1.        Variabel bebas (independen)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang mencuci tangan.
2.        Variabel terikat (dependen)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya di tentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare
4.6.2.      Definisi Oprasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang dialami sesuatu yang didefinisikan (Nursalam, 2011)
            Tabel 4.1: Definisi operasional hubungan pengetahuan anak SLB terhadap kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare di SLB Harapan II,peterongan
Variabel
Defenisi Operasional
Parameter
Alat Ukur
Skala
Skor
Variabel Independen:hubungan Pengetahuan anak SLB tehadap kebiasaan mencuci tangan
Hasil “tahu” dan ini terjadi adalah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2008).
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci tangan, sabun jadi kotor). Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku, telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (AMI, 2005).

Parameter dalam variabel independen meliputi :
a.    Mengetahui pengertian mencuci tangan
b.    Mengetahui tujuan mencuci tangan
c.    Mengetahui indikasi mencuci tangan
d.   Mengetahui macam-macam mencuci tangan
e.    Mengetahui factor mencuci tangan
K
U
E
S
I
O
N
E
R
O
R
D
I
N
A
L

Jawaban benar skor 1
Jawaban salah skor 0
Kriteria:
1.    Bersih dengan skor > 80%
2.    Tidak bersih      dengan skor 60-80%
3.    Bersih sekali dengan skor < 60%


Variabel dependen:
Kejadian diare  
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali, dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja (Suharyono, 2005
Parameter dalam variabel dependen meliputi :
1.      Factor diare
2.      Etoilogi  diare
3.      pencegahan diare

G
L
U
K
O
M
E
T
E
R
O
R
D
I
N
A
L


Kriteria:
1.        Baik 80-100 mg/dl,
2.        Sedang  100-125 mg/dl
3.        Buruk  126 mg/dl


4.7.       Instrumen
            Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmojo, 2010). Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara.
            Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Notoatmodjo, 2010).
            Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, kuesioner yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden tinggal menjawab benar atau salah. Angket dalam bentuk ordinal  disebarkan pada responden dan telah dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS.
            Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan atau pendapat tentang suatu hal.pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan.narasumber adalah orang yang memberikan jawaban atau pendapat atas pertanyaan pewawancara. narasumber juga biasa disebut dengan informan.          orang yang bisa dijadikan sebagai narasumber adalah orang yang ahli di bidang yang berkaitan dengan imformasi yang kita cari.
            Alat ukur instrumem penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data.
            Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keaandalan insrumen dalam pengumpulan data (Nursalam, 2011). Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment (Natoadmodjo, 2010).
Rumus Pearson ProductMoment:        
                
Keterangan:
r hitung              = koefisien korelasi
∑Xi                    = jumlah skor item
∑Yi                    = jumlah skor total (item)
n                         = jumlah responden
            Perhitungan rumus tersebut menggunakan bantuan SPSS  for windows. Bila hasil uji kemaknaan untuk r menunjukkan p < 0,05 maka instrumen dinyatakan valid.
            Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi, diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu berlainan (Nursalam, 2011)

4.8.       Teknik Pengumpulan Data Dan Rencana Pengolahan Data
4.8.1.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011).
Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu mengajukan ijin penelitian dari STIKes Husada Jombang ke SLB Harapan II,peterongan dibagian kepala sekolah. Setelah diberi ijin peneliti melakukan pendekatan kepada seluruh anak sekolah yang di SLB Harapan II,peterongan serta melakukan observasi guna untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.  
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner pada sampel yang bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.

4.8.2.      Rencana Pengolahan Data
Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Teknik pengolahan data merupakan kegiatan untuk merubah data mentah menjadi bentuk data yang lebih ringkas, dan disajikan serta dianalisis sebagai dasar pengambilan keputusan (Hidayat, 2007).
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut (Notoadmdjo, 2010):
1.        Editing (mengedit data)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang dperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
Editing dalam penelitian ini adalah pada saat melakukan penelitian, apabila ada soal yang belum diisi oleh responden maka responden diminta untuk mengisi kembali dan apabila ada jawaban ganda pada kuesioner maka dianggap salah.
2.        Coding (mengode data)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Nursalam, 2011).  Dalam penelitian ini peneliti memberikan kode berupa angka yaitu:
Data umum

1.    Jenis kelamin
a.       Laki-laki                   kode 1
b.      Perempuan               kode 2
2.    Umur
a.       < 20 tahun                kode 1
b.      20 – 35 tahun           kode 2
c.       > 35 tahun                kode 3
3.    Agama / Kepercayaan
a.       Islam                                    kode 1
b.      Budha                      kode 2
c.       Kristen                     kode 3
d.      Hindu                       kode 4
e.       Lain-lain                   kode 5
4.    Informasi tentang diare
a.       Pernah                      kode 1
b.      Tidak pernah            kode 2
5.     Jika pernah Sumber Informasi
a.       Tenaga Kesehatan    kode 1
b.      Koran atau majalah  kode 2
c.       Radio/Televisi          kode 3
d.      Lain-lain                   kode 4


6.    Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a.       Pendidikan               kode 1
b.      Pekerjaan                  kode 2
c.       Usia                         kode 3
d.      Sosial budaya          kode 4
e.       Lingkungan             kode 5
7.    Faktor Yang Mempengaruhi Diare 
a.       Usia
b.      Jenis Kelamin
c.       Musim
d.      Status Gizi
e.       Lingkungan
f.       Status Social Ekonomi

Data khusus
1.     Tingkat pengetahuan tentang mencuci tangan
a.       Bersih
b.      Tidak bersih
c.       Bersih sekali
2.    Tingkat pengetahuan tentang  diare
a.       Diare ringan ≤ 1x / 2 jam atau  ≤ 5 mL / KgBB / jam
b.      Diare berat,> 1x / 2 jam atau  >  5 mL / KgBB / jam

3.        Scoring
Scoring adalah kegiatan menyekor hasil cheklist observasi yang dilakukan pada responden (Nursalam, 2011).  
Scoring dalam penelitian ini adalah :
1)      Tingkat pengetahuan tentang mencuci tangan
a.       Jawaban benar  skor 1
b.      Jawaban salah skor 0
Untuk menghitung scoring pengetahuan menggunakan rumus
P =  x100%
Keterangan:
P     = persentase
x      = skor perolehan
y      = skor maksimal
a.       Bersih
b.      Tidak bersih
c.       Bersih sekali
2)      Tingkat pengetahuan tentang diare
a.       Ringan
b.      Berat


4.        Transfering
Transfering adalah kegiatan memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam master sheet (terlampir) (Nursalam, 2011).  
5.        Tabulating
Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel data yang telah ditabulasikan (Nursalam, 2011).  Penyusun data dalam penelitian ini berbentuk tabel.        

4.9.       Analisa Data
Prosedur analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Hidayat, 2007).
4.9.1.      Analisis univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat magnitude permasalahan pada masing-masing variabel yang diamati melalui prosedur statistik deskriptif dilihat kecenderungan pemusatan dari masing-masing variabel. Semua variabel berskala ordinal, kecenderungan pemusatan data dianalisis dengan cara menentukan proporsi (persentase) dari masing-masing kategori pengamatan pada tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1.      Tingkat pengetahuan tentang mencuci tangan
P =  x100%
Keterangan:
P      = persentase
x       = skor perolehan
y       = skor maksimal
2.      Tingkat pengetahuan tentang diare
Keterangan
P      = persentase
f        = frekuensi
n       = jumlah kategori

4.9.2.      Analisis Bivariat
Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi korelasi antara pengetahuan tentang mencuci tangan terhadap diare. Hal ini berarti menguji signifikansi korelasi antara satu variabel bebas bergejala dikontinum (data ordinal) dengan satu variabel tergantung bergejala dikontinum (data ordinal) pula, maka model analisis statistik yang tepat untuk penelitian parametrik ini adalah Analisis Korelasi Rank Spearman Penghitungan analisis statistik ini menggunakan komputer dengan program SPSS (Seri Program Statistik). Dengan  pengambilan keputusan sebagai berikut:
1.        ρ < 0,05: H1 diterima yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang mencuci tangan terhadap diare dengan anak SLB di SLB Harapan II,peterongan.   ρ > 0,05 : H1 ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang mencuci tangan terhadap diare dengan anak SLB di SLB Harapan II,peterongan.

4.10.   Etika Penelitian
Penelitian yang menggunakan objek manusia tidak boleh bertentangan dengan etika agar hak responden dapat terlindungi, penelitian dilakukan dengan menggunakan etika sebagai berikut (Nursalam, 2011) Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada institusi Prodi SI Keperawatan Stikes Husada Jombang untuk mendapatkan persetujuan. Setelah itu baru melakukan penelitian pada responden dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
4.10.1.  Memberikan informed consent
Lembar persetujuan diedarkan kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, bila tidak bersedia maka peneliti harus tetap menghormati hak-hak responden.


4.10.2.  Anonymity (Tanpa nama)
Dalam menjaga kerahasiaan identitas responden peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data dan cukup memberikan kode.

4.10.3.  Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan responden dijamin peneliti.














DAFTAR PUSTAKA

Depkes.RI.(2007) Profil Kesehatan 2006,Jakarta
Capucino And Sherman H, (2007) Pencegahan Penyakit Diare
 Imam Dan Sukamto(2005) Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan.Gramedia
Depkes RI.( 2011) Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare.Dirjn PPM Dan PLP.Jakarta.
Hartono.(2007) Kebiasaan Mencuci Tangan .Erlangga
Fatonah.(2006) Kebiasaan Mencuci Tangan Yang Baik.Jurnal
Batanoa.(2008) Kebiasaan Pola Hidup Bersih Dalam Mencuci Tangan.PHBS 2014.Com
Suharyono.(2005) Kriteria Diare.Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastyah (2006) Frekuensi Penyakit Diare.EGC
Berhman(2006) Volume Dalam Kejadian Diare.
Suriadi(2007) Diare.Kedokteran UI
Widyono(2005.151) Pencegahan Terhadap Kejadian Atau Penyakit Diare.Gramedia Jakarta
Notoatmodjo(2010) Pengetahuan Mencuci Tangan Dalam Pencegahan Diare.PT Renika Cipta
Nursalam (2011) kerangka konsep hipotesis dan metode penelitian.salemba medika,surabaya
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
Setiadi,(2007) konsep dan penulisan riset.yogyakarta;graham ilmu