BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Diare adalah
suatu keadaan abnormal dari pengeluaran berak dengan frekuensi tiga kali atau
lebih dengan melihat konsisten lembek, cair sampai dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja (Depkes RI, 2007). Diare merupakan penyakit menular yang
dapat ditularkan melalui tangan yang tidak
bersih. Penjamah makanan dengan hygiene
perorangan yang rendah dan kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih sering
mengkontaminasi makanan oleh mikroorganisme. (Capucino and Sherman H, 2007). Makanan
merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia yang di dalamnya mengandung
senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki
jaringan tubuh yang telah rusak, mengatur proses di dalam tubuh,
perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan
dalam kehidupannya. Oleh karena itu diperlukan konsumsi bahan makanan yang baik
yang berasal dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan (Imam dan Sukamto, 2008).
Kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun, ternyata dapat mengurangi insiden diare sampai 50% atau sama
dengan menyelamatkan sekitar 1 juta anak didunia dari penyakit tersebut setiap
tahunnya. Diare memang penyakit yang mudah menular, terutama pada peralihan
musim. Biasanya pada peralihan musim ini banyak lalat (hewan pembawa bakteri).
Lalat ini hinggap dimakanan, sehingga makanan menjadi tidak hygienis dan dapat
menyebabkan diare. Akibat yang ditimbulkan diare adalah kekurangan cairan tubuh
dan garam-garam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Akibat
kekurangan cairan terus menerus akan berakibat dehidrasi. Selain itu diare juga
dapat mengakibatkan malnutrisi karena nafsu makan berkurang. Malnutrisi akan
menyebabkan resiko terjadinya diare lebih berat dan lama, dan pada akhirnya
akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan kematian (Depkes RI, 2007).
Makanan sehat yaitu makanan yang memiliki
persyaratan sesuai dengan susunan yang diinginkan, bebas dari pencemaran, bahan
kimia yang berbahaya, jasad renik dan parasit maka makanan harus diolah dengan
benar, penyajian yang tepat dan pengangkutan yang sesuai dengan sifat-sifat
makanan dan memperhatikan kebersihan setiap saat. Mengingat adanya batas
kemampuan makanan untuk tampil dalam keadaan yang terbaik dan sehat, maka perlu
dipertimbangkan perencanaan yang matang, pengolahan dan penyajian yang tepat
serta penyimpanan dan penyebaran atau pengangkutan ke tempat lain untuk menekan
terjadinya kontaminasi. Penyajian makanan bisa menimbulkan masalah bila
faktor-faktor hygiene tidak diperhatikan, misalnya memakai alat atau tempat
makanan yang tidak bersih, tidak mencuci tangan atau membiarkan makanan terlalu
lama dipengaruhi oleh lingkungan (Hartono, 2007). Tangan yang kotor atau
terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeses
atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci
tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering
disepelekan. Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan
pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak
mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2006).
Kebiasaan
cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil.
Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri
sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat.
Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih
tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh (Batanoa, 2008).
Dari uraian diatas, maka
peneliti ingin meneliti apakah ada Hubungan pengetahuan anak SLB terhadap Kebiasaan
Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Luar Biasa harapan II,
Peterongan
1.2.Rumusan Masalah
Apakah
Ada Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan
Kejadian Diare?
1.3.Tujuan Penelitian
Mengetahui
Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian
Diare?
1.3.1.
Tujuan umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Anak
SLB Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan
1.3.1.
Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi hubungan
pengetahuan anak SLB terhadap cuci tangan
2. Mengidentifikasi kejadian diare pada
anak SLB
3. Menganalisis Pengetahuan Anak SLB
Terhadap Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian Diare di SLB harapan II,peterongan.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1.
Manfaat
Teoritis
Untuk
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebiasaan mencuci tangan dan perbaikan pelayanan
kesehatan, dan sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti
yang tertarik pada kebiasaan mencuci tangan pada anak SLB dengan kejadian diare
1.4.2.
Manfaat
Praktis
1.
Bagi Responden, untuk menambah wawasan
dan pengetahuan penderita diare mengenai penyakit dan cara pengelolaan mencuci
tangan, sehingga timbul dorongan dari penderita untuk melaksanakan mencuci tangan
2.
Bagi Institusi Pendidikan, penelitian
ini diharapkan menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk
penelitian lebih lanjut khususnya mengenai penyakit diare
3.
Bagi pihak sekolah SLB untuk memberikan
masukan perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan pada penderita diare
dalam peningkatan kualitas pelayanan khususnya edukasi mengenai kebiasaan
mencuci tangan di sekolah maupun di luar sekolah
4.
Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan
dapat digunakan untuk belajar melakukan penelitian dan mengaplikasikan ilmu
yang sudah didapat khususnya dalam bidang CRP (comunication research program).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep
Teori Diare
2.1.1.
Pengertian
diare
Diare adalah defekasi encer lebih
dari 3 kali, dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja (Suharyono, 2005).
Diare adalah keadaan frekuensi buang
air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak,
konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir
dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005).
Diare adalah keluarga tinja air dan
elektrolit yang hebat, pada bayi volume tinja > 159/kg/24 jam pada umur 3
tahun, volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari
200 g/24 jam (Behrman, 2006).
Diare adalah kehilangan cairan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali/lebih
buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi, 2007).
2.1.2.
Etiologi diare
Menurut
Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam
golongan:
1. Infeksi
yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya
gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan
bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi
yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab
lain
2.1.3.
Patofisiologi
diare
Penyakit ini
dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,
seperti:
1. Makan
dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga
atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
2. Bermain
dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan
tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan
udara sampai beberapa hari.
3. Penggunaan
sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
4. Tidak
mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.
Penyebab gastroenteritis akut adalah
masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk),
Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia
dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada gastroenteritis akut.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare
adalah adanya peningkatan bising usus dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh
untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen infeksi. Selain itu menimbulkan
gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit
terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen
pengiritasi pada kolon, maka ada upaya untuk segera mengeluarkan agen tersebut.
Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang berlebihan yang berefek pada
gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi,
dan gangguan sirkulasi darah.
Proses terjadinya Gastroenteritis dapat
disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
1. Faktor
infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganime (kuman)yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerahpermukaan usus. Selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yangakhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorbsi cairan danelektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkansystem
transport aktif dalam usus halus, sel di dalam mukosa intestinalmengalami
iritasi dan meningkatnya cairan dan elekrtolit.Mikroorganisme yang masuk akan
merusak sel mukosa intestinalsehingga menurunkan area permukaan intestinal,
perubahan kapasitasintestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit.
2. Faktor
malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsiyang mengakibatkan
tekanan osmotic meningkat sehingga terjadipergeseran air dan eletrolit ke ronga
usus yang dapat meningkatkan isirongga usus sehingga terjadilah
Gastroenteritis.
3. Faktor
makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampudiserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yangmengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yangkemudian menyebabkan Gastroenteritis.
4. Faktor
psikologi dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristalticusus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yangdapat mnyebabkan
Gastroenteritis (Hidayat Azis, 2006).
2.1.4.
Manifestasi
Klinik diare
1. Bising
usus meningkat, sakit perut atau mules
2. Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)
3. Asidosis,
hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma
4. Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya
amoeba)
5. Bisa
ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
6. Sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
7. Terdapat
tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
8. Kram
abdominal
9. Demam
10. Mual
dan muntah
11. Anoreksia
12. Lemah
13. Pucat
14. Perubahan
tanda-tanda vital; nadi dan pernapasan cepat
15. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
Diare akut karena infeksi dapat disertai
muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang
perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi
yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.
Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air
yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka
perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan
lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120
x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,
muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi
ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu
keadaan gagal ginjal akut.
2.1.5.
Faktor
Resiko Diare
1.
Umur
Kebanyakan
episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini
karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24
bulan.
2.
Jenis Kelamin
Resiko
kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena
aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3.
Musim
Variasi
pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun,
frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4.
Status Gizi
Status
gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian
makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan
lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan
disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri
sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5.
Lingkungan
Di
daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek
penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu
penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun,
terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6.
Status Sosial Ekonomi.
Status
sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal
ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status
gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena
diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena
diare.
2.1.6.
Komplikasi Diare
Sebagai
akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
1.
Dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2.
Renjatan hipovolemik
3.
Hipokalemia (dengan gejala meteorismus,
hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektrokardiogram).
4.
Hipoglikemia
5.
Intoleransi laktosa sekunder, sebagai
akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6.
Kejang, terutama pada dehidrasi
hipertonik
7.
Malnutrisi energi protein, karena
selain diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan.
8.
Hiponatremi
9.
Syok hipovolemik
10.
asidodis(suriadi.2007).
2.1.7.
Ktiteria
Diare
1. Diare
ringan, apabila diare terjadi ≤ 1x / 2 jam atau ≤ 5 mL / KgBB / jam
2. Diare
berat, apabila diare terjadi > 1x / 2 jam atau > 5 mL /
KgBB / jam
2.1.8.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Riwayat alergi pada obat-obatan atau
makanan
2.
Kultur tinja
3.
Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin,
dan glukosa
4.
Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa,
dan adanya darah
2.1.9.
Pencegahan
diare
Penyakit
diare dapat dicegah melalui ( Widoyono, 2005: 151 )
1.
Menggunakan air bersih
Tanda-tanda
air bersih :
2.3.1.
Tidak berwarna
2.3.1.
Tidak berbau
2.3.1.
Tidak berasa
2. Memasak
air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman
penyakit.
3. Membuang
tinja bayi dan anak-anak dengan benar.
Pencegahan
muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan
untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan
pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya
air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempat
tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak berasa.
4. Tutup
makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap
kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan
anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa
membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah
sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air
bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan
jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban
(juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar
air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih
untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
2.1.10.
Penatalaksanaan
Penanggulangan
kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal
sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution
(ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala
diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah.
Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah
gejala dehidrasi nampak.
Pada
penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan
kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat
yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari
biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah
sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time
untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi
pasien kearah yang fatal.
Diare
karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila
kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare
dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare
karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya
antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh
karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik,
maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk
menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif
didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau
kondisi sudah membaik.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Banyak
minum
2. Rehidrasi
perinfus
3. Antibiotika
yang sesuai
4. Diet
tinggi protein dan rendah residu
5. Obat
anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen
6. Tintura
opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain)
7. Transfusi
bila terjadi perdarahan
8. Pembedahan
bila terjadi perforasi.
9. Observasi
keseimbangan cairan
2.2.Konsep teori mencuci tangan
2.2.1.
Pengertian
mencuci tangan
Menurut
Kamaruddin (2009) tangan merupakan bagian tubuh yang lemba yang paling sering
berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik
untuk mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan dengan memakai
sabun.Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme yang ada di kulit (Hidayat, 2005).
Mencuci
tangan adalah dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi
penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna,
seperti diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti
pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak
membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting (Umar,
2009).
Mencuci
tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor,
dan bilas kembali sabun setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena
saat mencuci tangan, sabun jadi kotor). Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku,
telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (AMI, 2005).
2.2.2
Tujuan Mencuci Tangan
Mencuci tangan
merupakan suatu teknik yang paling mendasar untuk menghindari masuknya kuman
kedalam tubuh dimana tindakan ini dilakuakn dengan tujuan :
1.
Menghilangkan kotoran yang melekat di
tangan
2.
Menghilangkan bau yang melekat di
tangan
3.
Mencegah penyebaran infeksi silang
4.
Menjaga kondisi tangan agar tetap
steril
5. Memberikan
perasaan yang segar dan bersih
2.2.3.
Indikasi Mencuci Tangan
Dalam kehidupan
sehari-hari banyak penyebaran penyakit yang melalui tangan, oleh karena itu berikut indikasi mencuci
tangan :
1.
Sebelum
dan setelah kontak dengan kulit bayi atau cairan tubuh
2.
Sebelum
melakukan teknik aseptic
3.
Sebelum
memegang makanan
4.
Bila
terlihat kotor
5.
Setelah
dari toilet
6.
Setelah
kontak dengan peralatan yang kotor atau berpotensi terkontaminasi
7.
Setelah
melepaskan sarung tangan
2.2.4.
Prinsip Mencuci Tangan
Dalam mencuci tangan terdapat beberapa prinsip,
antara lain :
1.
Anggap
bahwa semua alat terkontaminasi : jangan terlalu sering memegang keran, tempat
sabun, wastafel, alat pengering, terutama setelah mencuci tangan : dianjurkan
untuk menggunakan tempat sampah yang dapat dibuka tutup menggunakan injakan
kaki, keran yang diputar dengan siku.
2.
Jangan
memakai perhiasan : cincin meningkatkan jumlah mikroorganisme yang ada
ditangan; perhiasan juga menimbulkan kesulitan dalam mencuci tangan secara
seksama.
3.
Gunakan
air hangat yang mengalir, alirannya diatur sedemikian rupa demi kenyamanan; air
yang terlalu panas akan membuka pori-pori dan menyebabkan iritasi kulit; cegah
terjadinya percikan air, terutama kebaju, karena mikroorganisme akan berpindah
dan berkembang biak di tempat yang lembab.
4.
Gunakan
sabun yang tepat dan gunakan sampai muncul busa: sabun akan mengemulsikan lemak
dan minyak serta mengurangi tegangan permukaan, sehingga memudahkan
pembersihan.
5.
Gunakan
gerakan memutar, menggosok dan bergeser: gerakan ini mengangkat dan
menghilangkan kotoran dan mikroorganisme.
6.
Gunakan
handuk atau tisu sekali pakai untuk mengeringkan tangan : handuk ini lebih
sedikit menyebarkan mikroorganisme dibandingkan pengering udara panas atau
handuk.
2.2.5.
Macam
Macam Mencuci Tangan
1.
Mencuci tangan
dengan air
Wadah
pencuci tangan dan jeruk nipis yang disediakan di Rumah Makan Ritual mencuci
tangan di dunia dipraktikan sebagai bagian dari budaya maupun praktik
keagamaan. Dalam agama Hindu
terdapat ritual mencuci tangan Bahá'í,
dalam agama Yahudi
dinamakan tevilah dan netilat yadayim. Praktek yang mirip adalah ritual lavabo
untuk agama Kristen,
wudhu
untuk agama Islam,
dan Misogi
di kuil Shinto.Di
beberapa rumah makan di Indonesia seperti rumah makan
padang, rumah makan sunda,
atau warung-warung makan lainnya dimana mengonsumsi makanan dirasakan lebih
umum dengan menggunakan tangan langsung (tanpa alat makan seperti sendok dan
garpu), penjual kadang-kadang menyediakan wadah berupa mangkuk kecil berisi air
(sering juga disebut dengan kobokan) untuk mencuci tangan disertai
dengan irisan jeruk nipis untuk menghilangkan bau sesudah makan. Praktek
mencuci tangan yang dianjurkan pada umumnya adalah dilakukan dibawah air yang
mengalir, karena air dalam keadaan diam dan digunakan untuk mencuci tangan yang
kotor bisa menjadi tempat sup kuman karena berkumpulnya kotoran yang
mungkin mengandung kuman penyakit di satu tempat dan menempel lagi saat tangan
diangkat dari wadah mencuci tangan tersebut.
2.
Mencuci tangan
dengan air panas
Walaupun
ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa mencuci tangan dengan air panas
lebih efektif untuk membersihkan tangan, namun pendapat ini tidak disertai
dengan pembuktian ilmiah. Temperatur dimana manusia dapat menahan panas air
tidak efektif untuk membunuh kuman. Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa air
panas dapat membersihkan kotoran, minyak, ataupun zat-zat kimia, namun pendapat
populer ini sebenarnya tidak terbukti, air panas tidak membunuh mikro
organisme. Temperatur yang nyaman untuk mencuci tangan adalah sekitar 45
derajat celsius, dan temperatur ini tidak cukup panas untuk membunuh mikro
organisme apapun. Namun temperatur yang jauh lebih panas (umumnya sekitar 100
derajat celsius) memang dapat membunuh kuman. Tidak efektifnya temperatur air
untuk membunuh kuman juga dinyatakan dalam prosedur standar mencuci tangan
untuk operasi medis dimana air keran dibiarkan mengalir deras hingga 2 galon
per menit dan kederasan air inilah yang membersihkan kuman, sementara tinggi
rendahnya temperaturnya tidak signifikan.
3.
Mencuci tangan
dengan sabun
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan dengan sabun adalah praktik mencuci tangan yang paling umum
dilakukan setelah mencuci tangan dengan air saja. Walaupun perilaku mencuci
tangan dengan sabun diperkenalkan pada abad 19 dengan tujuan untuk memutus mata
rantai kuman, namun pada praktiknya perilaku ini dilakukan karena banyak hal di
antaranya, meningkatkan status sosial, tangan dirasakan menjadi wangi, dan
sebagai ungkapan rasa sayang pada anak. Pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti
rumah
sakit, mencuci tangan bertujuan untuk melepaskan atau
membunuh patogen mikroorganisme (kuman) dalam mencegah perpindahan mereka pada
pasien. Penggunaan air saja dalam mencuci tangan tidak efektif untuk
membersihkan kulit karena air terbukti tidak dapat melepaskan lemak, minyak,
dan protein dimana zat-zat ini merupakan bagian dari kotoran organik. Karena
itu para staf medis, khususnya dokter bedah, sebelum melakukan operasi diharuskan
mensterilkan tangannya dengan menggunakan antiseptik kimia dalam sabunnya
(sabun khusus atau sabun anti mikroba) atau deterjen. Untuk profesi-profesi ini
pembersihan mikro organisme tidak hanya diharapkan "hilang" namun
mereka harus bisa memastikan bahwa mikro organisme yang tidak bisa
"bersih" dari tangan, mati, dengan zat kimia antiseptik yang
terkandung dalam sabun. Aksi pembunuhan mikroba ini penting sebelum melakukan
operasi dimana mungkin terdapat organisme-organisme yang kebal terhadap antibiotik.
4.
Mencuci tangan dengan cairan
a.
Pada akhir tahun 1990an dan awal abad ke
21, diperkenalkan cairan alcohol untuk mencuci tangan (juga dikenal sebagai
cairan pencuci tangan, antiseptik, atau sanitasi tangan) dan menjadi populer.
Banyak dari cairan ini berasal dari kandungan alkohol atau etanol yang
dicampurkan bersama dengan kandungan pengental seperti karbomer, gliserin, dan
menjadikannya serupa jelly, cairan, atau busa untuk memudahkan penggunaan dan
menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Cairan ini mulai populer
digunakan karena penggunaannya yang mudah, praktis karena tidak membutuhkan air
dan sabun.
b.
Penggunaan cairan sanitasi tangan
berbentuk jel dan berbahan dasar alkohol dalam sebuah penelitian di Amerika
pada 292 keluarga di Boston menunjukkan bahwa cairan ini mengurangi kasus diare
di rumah hingga 59 persen. Dr. Thomas J. Sandora, seorang dokter di Divisi
Penyakit Menular pada RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases
at Children's Hospital Boston) dan juga penulis untuk buku "Tangan
Sehat, Keluarga Sehat" ("Healthy Hands, Healthy Families.")
mengemukakan bahwa penelitian ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan
bahwa penggunaan cairan sanitasi tangan menunjukkan bahwa perilaku ini
mengurangi penyebaran kuman di rumah. Keluarga yang direkrut untuk penelitian
ini adalah keluarga yang menitipkan anak-anaknya di tempat penitipan anak dan
menunjukkan aktivitas mencuci tangan dengan sabun
dengan frekuensi yang sama saat direkrut untuk penelitian. Lalu separuh dari
keluarga itu diberikan cairan sanitasi tangan dan selebaran yang memberitahu
tentang pentingnya kebersihan tangan. Sementara separuhnya lagi, befungsi
sebagai kontrol dan menerima selebaran tentang nutrisi dan diminta untuk tidak
menggunakan cairan pencuci tangan. Hasilnya keluarga yang menggunakan cairan
sanitasi tangan mengindikasikan 59 persen angka diare
yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang berfungsi sebagai kontrol.
Penelitian lain oleh Harvard Medical School dan RS Anak-anak Boston (Division
of Infectious Diseases at Children's Hospital Boston) yang dipublikasikan
pada bulan April 2005 menunjukkan efek perlindungan pada penderita ISPA
dalam keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan atas inisyatif mereka
sendiri. Cairan sanitasi ini menjadi alternatif yang nyaman bagi para orang tua
yang tidak sempat berulangkali ke wastafel
untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit. Walaupun
mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi penyebaran
sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan wastafel,
dan sebagai tambahan rotavirus (virus yang paling sering ditemukan dalam kasus
diare di tempat penitipan anak di Amerika), tidak dapat dibersihkan secara
efektif dengan sabun dan air, namun dapat dimatikan dengan alkohol.
c.
Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan
juga cairan pembersih tangan non alkohol. Namun apabila tangan benar-benar
dalam keadaan kotor, baik oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan
air dan sabun untuk mencuci tangan lebih disarankan karena cairan pencuci
tangan baik yang berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif
membunuh kuman cairan ini tidak membersihkan tangan, ataupun membersihkan
material organik lainnya.
d.
Dalam perdebatan yang mana perilaku yang
lebih efektif di antara menggunakan cairan pembersih tangan atau mencuci tangan
dengan sabun, Wallace Kelly, Infection Control R.N. (Paramedik untuk
Pengendalian Infeksi) berpendapat bahwa keduanya efektif dalam membersihkan
bakteria-bakteria tertentu. Namun cairan pembersih tangan berbahan dasar
alkohol tidak efektif dalam membunuh bakteria yang lain seperti e-coli dan
salmonela. Karena alkohol tidak menghancurkan spora-spora namun dengan mencuci
tangan dengan sabun spora-spora tersebut terbasuh dari tangan. Menurutnya
metode terbaik adalah menentukan saat keadaan tidak memungkinkan untuk
mengakses air dan sabun, maka cairan pencuci tangan jauh lebih baik daripada
tidak menggunakan apapun.
e.
Di Amerika
Serikat cairan pencuci tangan dilarang oleh Departemen
Pemadam Kebakaran dari sekolah-sekolah karena kekhawatiran bahwa cairan
tersebut dapat merangsang api menjadi besar, namun Rumah Sakit Tallahasee
Memorial Hospital diperbolehkan untuk menaruh cairan pencuci tangan dalam
jumlah tertentu. Cairan pencuci tangan yang disarankan adalah yang mengandung
paling sedikit 60 persen alkohol dan bahan pelembab.
f.
Cairan pembunuh kuman yang berbahan
dasar alkohol tidak efektif untuk mematikan materi organik, dan virus-virus
tertentu seperti norovirus,
spora-spora bakteria tertentu, dan protozoa tertentu. Untuk membersihkan mikro
organisme - mikro organisme tersebut tetap disarankan menggunakan sabun dan
air.
5.
Mencuci tangan
dengan tisu basah
Rediwipes
tisu basah yang dinyatakan dapat membunuh bakteri E-coli dan Salmonella. Tisu basah
diperkenalkan pada awalnya untuk membersihkan tidak hanya tangan, tetapi juga
kotoran bayi, permukaan meja, dan di AS dianjurkan untuk peralatan rumah tangga
laiinya. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) (Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular) di Amerika serikat sebayak 76
juta dari 300 juta orang yang tinggal di AS sakit setiap tahunnya karena
penyakit yang dibawa bersamaan dengan masuknya makanan. Sebanyak 300.000 masuk
rumah sakit dan dan setiap tahun 5.000 orang meninggal dunia karena penyakit
dibawa bersamaan dengan masuknya makanan.
Tisu basah menjadi alternatif
membersihkan tangan setelah mencuci tangan dengan sabun karena lebih praktis
dan tidak memerlukan air. Beberapa tisu basah telah mengembangkan kandungan
wewangian beralkohol, atau anti bakteri, ataupun minyak almond untuk menjaga
kulit tangan agar tidak terasa kering. Namun menurut dr.
Handrawan tisu basah tidak baik untuk mencuci tangan karena
hanya mengembalikan kuman bolak-balik di tangan.
Dalam beberapa kasus khusus, sebuah
perusahaan di AS mengeluarkan tisu basah yang berlabel Rediwipes yang
menyatakan dapat membunuh 99.9 persen bakteri yang terdapat dirumah termasuk
bakteri Salmonella dan E. coli. Tisu ini dianjurkan untuk digunakan dalam
membersihkan tangan dan peralatan dapur lainnya sebelum masak agar mencegah
kontaminasi bakteri silang antara tangan, bahan masakan, dan peralatan dapur
sehingga tidak menyebaran.
2.2.6.
Cara
Mencuci Tangan Yang Benar Dan Steril
Pentingnya mencuci tangan untuk menjaga kesehatan
dan terhindar dari penyakit.Sebaiknya mengajarkan kebiasaan baik mencuci tangan
kepada anak yang masih kecil, karna salah satu penyakit pembunuh anak nomor 1
di Indonesia adalah diare, yang dapat dicegah dengan mengajarkan anak untuk
mencuci tangan.
Berikut beberapa penyakit akibat tidak cuci tangan
yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan benar dan bersih :
1. Diare,
2. Cacingan,
3. Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
4. TBC,
5. Penyakit
yang mematikan seperti SARS,
6. Flu
burung (H5N1) dan flu babi (H1N1).
2.2.7.
Prosedur
dan persiapan mencuci tangan
1.
Persiapan Alat & Bahan
a.
Sabun anti mikroba
b.
Kertas Tisue
c.
Handuk steril
d.
Kikir pembersih kuku
e.
Tempat handuk kotor
f.
Bengkok
g.
Sikat
h.
Spon
2.
Prosedur Kerja
a.
Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan
pakaian panjang ditarik ke atas
b.
Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah
ada luka
c.
Berdiri di depan westafel jaga agar
tangan dan seragam tidak menyentuh westafel
d.
Seragam yang digunakan harus tetap
kering
e.
Tuangkan sabun 2 - 5 cc kedalam tangan,
sabun tangan lengan hingga 5 cm di atas siku
f.
Bersihkan kuku bila kotor dengan kikir
dan letakan pada tempat atau bengkok
g.
Basahi sikat / spon dan beri sabun
kembali
h.
Jumlah gerakan 20 gerakan untuk tangan,
30 gerakan untuk kuku, sikat di pegang tegak lurus terhadap kuku
i.
Sikat jari - jari termasuk sela jari,
sikat telapak tangan, punggung tangan
j.
Basahi sikat dan beri sabun kembali
k.
Bagi tangan menjadi 3 bagian, 1/3 pergelangan
tangan bawah dengan arah memutar, lanjutkan 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
atas. tangan dalam posisi fleksi dengan jari - jari menghadap ke atas selama
prosedur
l.
Ulangi langkah ini pada yang satunya
lagi (tangan kiri)
m.
Dengan tangan posisi fleksi bilas dengan
seksama ujung jari ke siku tangan kiri dan ulangi pada tangan kanan
n.
Matikan kran dengan siku
o.
Ambil handuk steril yang ada di atas
kemasan pastikan tidak ada apapun atau benda dekat dari jangkauan anda
p.
Buka handuk steril secara maksimal
pagang satu bagian putar dari jari ke siku
q.
Dengan hati - hati pindahkan handuk ke
lengan satunya
r.
Buang handuk pada tempat yang disediakan
s.
Bila akan menggunakan sarung tangan
steril dapat dikeringkan hanya dengan kertas tisu.
2.2.8.
Manfaat Mencuci Tangan
Manfaat
yang diperoleh apabila kita mencuci tangan dengan air bersih dan sabun yaitu :
1. Dengan
penggunaan sabun yang lebih serta air bersih yang cukup akan menurunkan insiden
diare pada anak dan bayi usia enam sampai delapan belas bulan.
2. Mencuci
tangan dengan air bersih dan sebelum menyiapkan makanan efektif menurunkan
insiden diare.
3. Tangan
menjadi bersih dan bebas dari kuman.
Dari hasil studi oleh Khan (1982) tentang manfaat mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum makan dan menyiapkan makanan membuktikan bahwa perilaku tersebut merupakan cara yang efektif untuk menurunkan insidens penyakit.
Dari hasil studi oleh Khan (1982) tentang manfaat mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum makan dan menyiapkan makanan membuktikan bahwa perilaku tersebut merupakan cara yang efektif untuk menurunkan insidens penyakit.
2.2.9.
Akibat
Tidak Aktif Mencuci Tangan
Mencuci
tangan merupakan kegiatan sehari – hari yang sangat sederhana dan sepele, namun
berperan penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan. Dengan mencuci tangan
menghindari penyakit seperti diare, flu, penyakit kulit, alergi dan gatal –
gatal. Karena tangan kita adalah bagian dari tubuh yang sangat sering
menyebarkan infeksi. Tangan terkena kuman waktu menyentuh daerah tubuh kita,
tubuh orang lain, hewan atau permukaan yang tercemar.
Walaupun
kulit yang untuk melindungi tubuh kita dari infeksi, kuman dapat masuk ketubuh
waktu kita menyentuh mata, hidung dan mulut. Orang yang terkena HIV lebih
rentan terhadap infeksi apapun karena sistem kekebalan tubuhnya dilemahkan oleh
HIV. Oleh karena itu, kebersihan terutama mencuci tangan secara lebih teratur.
2.2.10
Factor Mencuci Tangan
1. Setiap kali tangan kita kotor
(setelah; memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll).
2. Setelah buang air besar.
3. Setelah menceboki bayi atau anak.
4. Sebelum makan dan menyuapi anak.
5. Sebelum memegang makanan.
6. Sebelum menyusui bayi.
7. Sesudah memegang binatang
8. Sesudah berkebun.
9. Sesudah menceboki bayi atau anak.
10.Sesudah memegang uang.
2.2.11.
7 langkah mencuci tangan
Gambar.2.2.11.tujuh langkah mencuci
tangan
2.3.Konsep
Teori Pengetahuan
2.3.1.
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab
pertanyaan “what”, misalnya apa air,
apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab
pertanyaan apa sesuatu itu. Pengetahuan merupakan respons mental seseorang
dalam hubungannya objek tertentu yang disadari sebagai “ada” atau terjadi.
Pengetahuan dapat salah atau keliru, karena bila suatu pengetahuan ternyata
salah atau keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan. Sehingga apa yang
dianggap pengetahuan tersebut berubah statusnya menjadi keyakinan saja,
(Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung
maupun melalui pegalaman orang lain, (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2.
Klasifikasi Pengetahuan
Pengetahuan dalam
struktur kognitif hirarkis mencakup enam klasifikasi, yaitu:
1.
Tahu
(Know)
Tahu di artikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya temasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang di pelajari atau
rangsangan yang di terima, (Notoatmodjo, 2007).
2.
Memahami
(Comprehension)
Memahami di artikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan
secara benar-benar tentang objek yang di ketahui dan
dapat menginterpretsakan materi tersebut secara benar, (Notoatmodjo, 2007).
3.
Aplikasi
(Aplication)
Aplikasi
di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang di pelajari pada
situasi atau kondisi reall
(sebenarnya ), (Notoatmodjo, 2007).
4.
Analisis (Analysis)
Analisi adalah
suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen. Tetapi
masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain, (Notoatmodjo, 2007).Sintesis
(Syntesis)Sintesis menujuk pada
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru, (Notoatmodjo, 2007).
5.
Evaluasi (Evaluation)
Evalusi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan justifikasi atau penelitian
terhadap suatu materi atau objek, (Notoatmodjo, 2007).
3.3.3.
Proses Adopsi Pengetahuan
Dari suatu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang disadari pengetahuan mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yaitu:
1.
Awarness (Kesadaran)
Dimana orang menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2.
Interest (Tertarik)
Subyek mulai tertarik pada stimulus
atau obyek tersebut, maka disini sikap obyek sudah timbul.
3.
Evaluation (Evaluasi)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan
tidaknya stimulus-stimulus bagi dirinya, hal ini berarti sikap respon sudah
lebih baik lagi.
4.
Trial (Mencoba)
Dimana
subyek mulai mencoba melaksanakan sesuatu hal sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus atau obyek.
5.
Adaptation (Adaptasi)
Subyek mencoba melaksanakan sesuatu
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penerimaan
perilaku baru atau adopsi yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama, (Notoatmodjo,
2007).
6.
Disebutkan pula bahwa pengetahuan
merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berperilaku secara alamiah,
sedangkan tingkatannya maupun lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang
didapatnya akan mendasari seseorang dalam mengambil keputusan rasional dan
efektif untuk kesehatannya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang untuk
mengadaptasikan dirinya dalam lingkungan inovasi yang baru maka semakin baik
pula penerimaannya, (Notoatmodjo, 2007).
3.3.4.
Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh
pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.
Cara
tradisional atau non ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai
orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode
ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non
ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode
ini antara lain meliputi :
a.
Cara
Coba Salah (Trial and Error)
Cara memperoleh
kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh
pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai
orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada
waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya
pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan
dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan kemungkinan ketiga,
dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,
sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut
metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode
coba salah (coba-coba), (Notoatmodjo, 2010).
b.
Secara
kebetulan
Penemuan kebenaran
secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.
Salah satu contoh adalah penemuan enzin urease oleh Summers pada tahun 1926.
Pada suatu hari Summer bekerja dengan ekstrak acetone, dan karena terburu-buru
ingin bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam kulkas.
Keesokan harinya ketika ingin meneruskan percobaanya, ternyata ekstrak acetone
yang disimpan didalam kulkas tersebut timbul kristal-kristal yang kemudian
disebut enzim urease, (Notoatmodjo, 2010).
c.
Cara
kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan
manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang
dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut
baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari
generasi ke generasi berikutnya, (Notoatmodjo, 2010).
d.
Berdasarkan
pengalaman pribadi
Pengalaman adalah
guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa
pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman
pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara
yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka
untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan atau
merujuk cara tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak
akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga
berhasil memecahkannya, (Notoatmodjo, 2010).
e.
Cara
akal sehat (Common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat
menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para
orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya, atau
agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah,
misalnya dijewer telinganya atau dicubit, (Notoatmodjo, 2010).
f.
Kebenaran
melalui wahyu
Ajaran dan dogma
agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari tuhan melalui para Nabi.
Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang
bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.
Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan
karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan manusia, (Notoatmodjo, 2010).
g.
Kebenaran
secara intuitif
Kebenaran secara
intuitif diperoleh oleh manusia secara cepat sekali melalui proses diluar
kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang
diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak
menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.Kebenaran ini diperoleh
seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja,
(Notoatmodjo, 2010).
h.
Melalui
jalan pikiran
Sejalan dengan
perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusiapun ikut berkembang.
Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun
deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran
secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian
dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan, (Notoatmodjo, 2010).
i.
Induksi
Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, bahwa induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang
dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal
ini berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersbut berdasarkan
pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan
ke dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala,
(Notoatmodjo, 2010).
j.
Deduksi
Deduksi adalah
pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus. Aristoteles
(384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam suatu cara yang
disebut “silogisme”. Silogisme ini merupan suatu bentuk deduksi yang
memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik. Didalam
proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum
pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi
pada setiap yang termasuk dalam kelas itu, (Notoatmodjo, 2010).
2.
Cara
ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau
modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis,
dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer
disebut metodologi penelitian (research
methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode berpikir
induktif. Mula-mula ia mengadakan pengamatan langsung tehadap gejala-gejala
alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebuat dikumpulkan
dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode
berpikir induktif yang dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van
Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan
mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua
fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal
pokok, yakni :
a.
Segala sesuatu yang positif, yakni
gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
b.
Segala sesuatu yang negatif, yakni
gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
c.
Gejala-gejala yang muncul bervariasi,
yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu,
(Notoatmodjo, 2010).
3.3.5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan
1. Umur
Usia
adalah umur individu yang terpenting mulai saat di lahirkan sampai berulang
tahun, (Nursalam, 2011). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang bertambah dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih di percaya dari orang yang
belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman
dan kematangan jiwanya, (Nursalam, 2011).
2. Minat
Minat diartikan sebagai sesuatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup sangatlah
mungkin seseorang tersebut akan sesuai dengan apa yang diharapkan, (Nothoadmodjo,
2007).
3. Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden
sehari-hari. Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan
dari pada di pedesaan karena di perkotaan akan meluasnya kesempatan untuk
melibatkan diri dalam kegiatan sosial maka wawasan sosial makin kuat serta di
perkotaan mudah mendapatkan informasi.
4. Sumber
informasi
Informasi yang di peroleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh
informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas,
(Notoatmodjo, 2007).
5. Pendidikan
Adalah
suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang
kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut semakin luas
pula pengetahuannya.
6. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang
akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu, sehingga stastus sosial ekonomi akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
7. Pengalaman
Pengalaman adalah peristiwa yang pernah dialami
seseorang. Azwar mengatakan bahwa sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman
akan lebih mendalam dan lebih lekas berbekas.
3.3.6.
Pengukuran
Pengetahuan
SP
N = 100%
SM
|
Keterangan :
N :
Nilai pengetahuan
SP : Skor yang di dapat
N : Skor
tertinggi maksimum
Selanjutnya prosentase jawaban
yang di interpretsikan dalam kalimat kualitatif dengan cara sebagai berikut:
Baik : Nilai : 76-100%
Cukup : Nilai : 56-75%
Kurang: Nilai : ≤55% (Arikunto, 2010).
BAB
III
KERANGKA
KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangaka
Konseptual
Anak SLB
|
Factor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan
Factor internal:
1.
Pendidikan
2.
Pekerjaan
3.
Usia
Factor
eksternal
1.
Social budaya
2.
lingkungan
|
Tingkat pengetahuan
1.
Tahu
2.
Memahami
3.
Aplikasi
4.
Analisis
5.
Sentesa
6.
evaluasi
|
Kebiasaan mencuci tangan
|
Bersih
|
Tidak bersih
|
Bersih sekali
|
Ringan
|
Diare
|
Factor Mencuci Tangan
1.
Setiap
kali tangan kita kotor.
2.
Setelah
buang air besar.
3.
Setelah
menceboki bayi atau anak.
4.
Sebelum
makan dan menyuapi anak.
5.
Sebelum
memegang makanan.
6.
Sebelum
menyusui bayi.
7.
Sesudah
memegang binatang
8.
Sesudah
berkebun.
9.
Sesudah
menceboki bayi atau anak.
10.
Sesudah
memegang uang.
|
1. Baik
dengan skor 76-100%
2. Cukup
dengan skor 56-75%
3. Kurang
dengan
skor ≤55%
|
Berat
|
Factor-faktor yang mempengaruhi
diare
a.
Usia
b.
Jenis kelamin
c.
Musim
d.
Status gizi
e.
Lingkungan
f.
Status social ekonomi
|
Keterangan:
:Di
ukur
:Tidak
di ukur
Gambar.3.1 kerangka
Konsep Hubungan Pengetahuan Anak SLB Terhadap
Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare Di SLB Harapan II,Peterongan.
3.2.Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan
asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa
menjawab suatu pertanyaan dalam
penelitian. (Nursalam, 2011).
Berdasarkan definisi tersebut maka
perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan anak SLB terhadap kebiasaan mencuci
tangan dengan kejadian mencuci tangan di SLB mancar peterongan
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
Bab ini akan dibahas metodelogi
penelitian adalah cara memecahkan masalah. Dalam penelitian ini di sajikan :
(1) Desain penelitian, (2) Kerangka kerja (3), Tempat dan waktu penelitian,
(4) Populasi, (5) Sampel dan sampling,
(6) Identifikasi variabel dan definisi operasional, (7) Instrumen, (8) Teknik
pengumpulan data dan rencana pengolahan data, (9) Analisa data , (10) Etika
penelitian.
4.1.
Desain
Penelitian
Desain
penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penilaian, memungkinkan
pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu
hasil. Istilah desain penelitian digunakan dalam dua hal: pertama, desain
penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi
permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data: dan kedua, desain penelitian
digunakan unuk mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan
(Nursalam, 2011).
Dalam
penelitian ini dirancang bangun penelitian menggunakan analitik korelasional, yaitu penelitian yang mengkaji hubungan
antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian analitik korelasional
dengan pendekatan croos sectional
bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Hubungan korelatif
mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi
variabel yang lain (Nurusalam, 2011).
4.2.
Populasi
Seluruh anak SLB di sekolah luar biasa
harapan II,peterongan
|
Sampel
Seluruh anak SLB di
sekolah luar biasa harapan II,peterongan
|
Sampling
Total
sampling
|
Desain
penelitian
Analitik
Korelasional dengan pendekatan cross sectional
|
Pengumpulan
data
|
Variabel independen
Pengetahuan
anak SLB terhadap mencuci tangan
|
Variabel dependen
Kejadian
diare
|
Kuesioner
|
Wawancara
|
s
Karakteristik
diare
1.
Diare ringan ≤ 1x / 2 jam atau ≤ 5 mL /
KgBB / jam
2.
Diare berat,> 1x / 2 jam atau
> 5 mL / KgBB / jam
|
Analisa
data
Rank Spearman
|
Penyajian
dan pembahasan
|
Pengolahan
data
Editing,
Coding, Scoring, Transfering, Tabulating
|
Penarikan
kesimpulan
|
Kategori tingkat pengetahuan
1.
Baik
dengan skor 76-100%
2.
Cukup
dengan skor 56-75%
3.
Kurang
dengan skor ≤55%
|
Gambar 4.2 Kerangka kerja hubungan pengetahuan
anak SLB terhadap kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare di SLB Harapan
II,peterongan.
4.3.
Tempat
dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Harapan
II,Peterongan pada …………
4.4.
Populasi
Populasi
dalam penelitian adalah subjek (misalanya manusia: klien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).
Populasi penalitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh anak di SLB
Harapan II,Peterongan yang telah mendapat persetujuan dari pihak sekolah
4.5.
Sampel,
kriteria inklusi, eksklusi dan Sampling
4.5.1.
Sampel
Sampel
adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti di anggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel
pada penelitian ini adalah seluruh anak SLB yang berada di SLB
Harapan II,Peterongan
4.5.2.
Kriteria
inklusi dan eksklusi
1. Kriteria
inklusi
Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
yang akan diteliti (Nursalam, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
1) Anak SLB
yang bersedia diteliti
2) Anak SLB
yang ada pada saat penelitian dilaksanakan
3) Anak SLB
yang tidak bisa baca tulis didampingi oleh peneliti
4) Anak SLB
yang di SLB
Harapan II,PETERONGAN
2. Kriteria
eksklusi
Kriteria eksklusi adalah
menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini meliputi :
1. Anak SLB
yang tidak bersedia
2. Anak SLB
yang pernah atau tidah pernah diare
4.5.3.
Sampling
Sampling
adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.
Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel,
agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek
penelitian (Nursalam, 2011).
Proses penyeleksian populasi
dalam penelitian ini menggunakan tehnik total
sampling untuk menetapkan sampel
yang dipilih.
4.6.
Identifikasi
Variabel Dan Definisi Operasional
4.6.1.
Identifikasi
variabel
Variabel
penelitian adalah variabel yang merupakan konsep berbagai level dari abstrak
yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi
suatu penelitian (Nursalam, 2011).
1.
Variabel bebas (independen)
Variabel independen adalah
variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang mencuci tangan.
2.
Variabel terikat (dependen)
Variabel dependen adalah
variabel yang nilainya di tentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2011).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare
4.6.2.
Definisi
Oprasional
Definisi operasional adalah
definisi berdasarkan karakteristik yang dialami sesuatu yang didefinisikan
(Nursalam, 2011)
Tabel 4.1: Definisi operasional hubungan
pengetahuan anak SLB terhadap kebiasaan
mencuci tangan dengan kejadian diare di SLB Harapan II,peterongan
Variabel
|
Defenisi Operasional
|
Parameter
|
Alat Ukur
|
Skala
|
Skor
|
Variabel Independen:hubungan Pengetahuan anak
SLB tehadap kebiasaan mencuci tangan
|
Hasil “tahu” dan ini terjadi adalah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2008).
Mencuci tangan dengan menggunakan
sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun
setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci tangan,
sabun jadi kotor). Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku, telapak tangan
sampai pergelangan dengan cermat (AMI, 2005).
|
Parameter dalam variabel independen meliputi
:
a. Mengetahui
pengertian mencuci tangan
b. Mengetahui
tujuan mencuci tangan
c. Mengetahui
indikasi mencuci tangan
d. Mengetahui
macam-macam mencuci tangan
e. Mengetahui
factor mencuci tangan
|
K
U
E
S
I
O
N
E
R
|
O
R
D
I
N
A
L
|
Jawaban
benar skor 1
Jawaban
salah skor 0
Kriteria:
1. Bersih
dengan skor > 80%
2. Tidak
bersih dengan skor 60-80%
3. Bersih
sekali dengan skor < 60%
|
Variabel dependen:
Kejadian diare
|
Diare
adalah defekasi encer lebih dari 3 kali, dengan/tanpa darah dan/atau lendir
dalam tinja (Suharyono, 2005
|
Parameter dalam variabel dependen meliputi :
1. Factor
diare
2. Etoilogi diare
3. pencegahan
diare
|
G
L
U
K
O
M
E
T
E
R
|
O
R
D
I
N
A
L
|
Kriteria:
1.
Baik 80-100 mg/dl,
2.
Sedang
100-125 mg/dl
3.
Buruk ≥ 126
mg/dl
|
4.7. Instrumen
Instrumen
adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmojo, 2010).
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara.
Kuesioner
adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah
yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak),
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Notoatmodjo, 2010).
Kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, kuesioner yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden tinggal
menjawab benar atau salah. Angket dalam bentuk ordinal disebarkan pada responden
dan telah dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS.
Wawancara
adalah tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk
memperoleh data, keterangan atau pendapat tentang suatu hal.pewawancara adalah
orang yang mengajukan pertanyaan.narasumber adalah orang yang memberikan
jawaban atau pendapat atas pertanyaan pewawancara. narasumber juga biasa disebut dengan
informan. orang yang bisa dijadikan sebagai
narasumber adalah orang yang ahli di bidang yang berkaitan dengan imformasi
yang kita cari.
Alat ukur instrumem
penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah
alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data.
Prinsip
validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keaandalan
insrumen dalam pengumpulan data (Nursalam, 2011). Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment (Natoadmodjo, 2010).
Rumus
Pearson
ProductMoment:
Keterangan:
r hitung = koefisien korelasi
∑Xi = jumlah skor
item
∑Yi = jumlah skor total (item)
n
= jumlah responden
Perhitungan
rumus tersebut menggunakan bantuan SPSS for windows. Bila hasil uji kemaknaan
untuk r menunjukkan p < 0,05 maka instrumen dinyatakan valid.
Reabilitas
adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan
hidup tadi, diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu berlainan (Nursalam,
2011)
4.8. Teknik Pengumpulan Data
Dan Rencana Pengolahan Data
4.8.1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah
suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik
subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011).
Sebelum melakukan
pengumpulan data terlebih dahulu mengajukan ijin penelitian dari STIKes Husada
Jombang ke SLB Harapan II,peterongan
dibagian kepala sekolah.
Setelah diberi ijin peneliti melakukan pendekatan kepada seluruh anak sekolah yang
di SLB Harapan II,peterongan
serta melakukan observasi guna untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara menyebarkan kuesioner pada sampel yang bersedia menjadi responden dan
menandatangani informed consent.
4.8.2.
Rencana
Pengolahan Data
Sebelum data dianalisis terlebih
dahulu dilakukan pengolahan data. Teknik pengolahan data merupakan kegiatan
untuk merubah data mentah menjadi bentuk data yang lebih ringkas, dan disajikan
serta dianalisis sebagai dasar pengambilan keputusan (Hidayat, 2007).
1.
Editing
(mengedit data)
Editing adalah
upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang dperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
Editing dalam
penelitian ini adalah pada saat melakukan penelitian,
apabila ada soal yang belum diisi oleh responden maka responden diminta untuk
mengisi kembali dan apabila ada jawaban ganda pada kuesioner maka dianggap
salah.
2.
Coding
(mengode data)
Coding merupakan
kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa
kategori (Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini
peneliti memberikan kode berupa angka yaitu:
Data umum
1. Jenis
kelamin
a. Laki-laki kode 1
b. Perempuan
kode 2
2. Umur
a. <
20 tahun kode 1
b. 20
– 35 tahun kode 2
c. >
35 tahun kode 3
3. Agama
/ Kepercayaan
a. Islam kode 1
b. Budha
kode 2
c. Kristen kode 3
d. Hindu kode 4
e. Lain-lain kode 5
4. Informasi
tentang diare
a. Pernah
kode 1
b. Tidak
pernah kode 2
5. Jika pernah Sumber Informasi
a. Tenaga
Kesehatan kode 1
b. Koran
atau majalah kode 2
c. Radio/Televisi kode 3
d. Lain-lain kode 4
6. Faktor
yang mempengaruhi pengetahuan
a.
Pendidikan kode 1
b.
Pekerjaan kode 2
c.
Usia
kode 3
d.
Sosial budaya kode 4
e.
Lingkungan kode 5
7.
Faktor Yang Mempengaruhi Diare
a. Usia
b. Jenis
Kelamin
c. Musim
d.
Status Gizi
e.
Lingkungan
f.
Status Social Ekonomi
Data
khusus
1.
Tingkat pengetahuan tentang mencuci tangan
a. Bersih
b. Tidak
bersih
c. Bersih
sekali
2. Tingkat
pengetahuan tentang diare
a. Diare
ringan ≤ 1x / 2 jam atau ≤ 5 mL / KgBB / jam
b. Diare
berat,> 1x / 2 jam atau > 5 mL / KgBB / jam
3.
Scoring
Scoring adalah
kegiatan menyekor hasil cheklist
observasi yang dilakukan pada
responden (Nursalam, 2011).
Scoring dalam
penelitian ini adalah :
1) Tingkat
pengetahuan tentang mencuci tangan
a. Jawaban
benar skor 1
b. Jawaban
salah skor 0
Untuk menghitung scoring
pengetahuan menggunakan rumus
P =
x100%
Keterangan:
P = persentase
x = skor
perolehan
y = skor
maksimal
a. Bersih
b. Tidak
bersih
c. Bersih
sekali
2) Tingkat
pengetahuan tentang diare
a. Ringan
b. Berat
4.
Transfering
Transfering
adalah kegiatan
memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam master sheet (terlampir) (Nursalam,
2011).
5.
Tabulating
Tabulating adalah
penyusunan data dalam bentuk tabel data yang telah ditabulasikan (Nursalam,
2011). Penyusun data dalam penelitian ini berbentuk
tabel.
4.9.
Analisa
Data
Prosedur
analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan
yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Hidayat, 2007).
4.9.1.
Analisis univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat magnitude
permasalahan pada masing-masing variabel yang diamati melalui prosedur
statistik deskriptif dilihat kecenderungan pemusatan dari masing-masing
variabel. Semua variabel berskala ordinal, kecenderungan pemusatan data
dianalisis dengan cara menentukan proporsi (persentase) dari masing-masing
kategori pengamatan pada tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Yaitu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan
tentang mencuci tangan
P =
x100%
Keterangan:
P = persentase
x = skor perolehan
y = skor
maksimal
2. Tingkat pengetahuan tentang diare
Keterangan
P = persentase
f = frekuensi
n = jumlah kategori
4.9.2.
Analisis Bivariat
Penelitian ini
bertujuan untuk menguji signifikansi korelasi antara
pengetahuan tentang mencuci tangan
terhadap diare. Hal ini berarti menguji signifikansi korelasi antara satu
variabel bebas bergejala dikontinum (data ordinal) dengan satu variabel
tergantung bergejala dikontinum (data ordinal) pula, maka model analisis
statistik yang tepat untuk penelitian parametrik ini adalah Analisis Korelasi Rank Spearman Penghitungan analisis statistik ini
menggunakan komputer dengan program SPSS (Seri Program Statistik). Dengan pengambilan keputusan sebagai berikut:
1.
ρ < 0,05:
H1 diterima yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang mencuci tangan terhadap
diare dengan anak SLB di SLB Harapan II,peterongan. ρ > 0,05
:
H1 ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang mencuci tangan terhadap diare dengan anak SLB di SLB Harapan II,peterongan.
4.10.
Etika
Penelitian
Penelitian yang
menggunakan objek manusia tidak boleh bertentangan dengan etika agar hak
responden dapat terlindungi, penelitian dilakukan dengan menggunakan etika
sebagai berikut (Nursalam, 2011) Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan
permohonan kepada institusi Prodi SI Keperawatan Stikes Husada Jombang untuk
mendapatkan persetujuan. Setelah itu baru melakukan penelitian pada responden
dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
4.10.1.
Memberikan informed
consent
Lembar persetujuan diedarkan kepada
responden sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu responden mengetahui
maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan
data. Jika responden bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut, bila tidak bersedia maka peneliti harus tetap menghormati
hak-hak responden.
4.10.2.
Anonymity
(Tanpa nama)
Dalam menjaga kerahasiaan identitas
responden peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan
data dan cukup memberikan kode.
4.10.3.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan
informasi yang telah dikumpulkan
dan responden dijamin peneliti.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes.RI.(2007)
Profil Kesehatan 2006,Jakarta
Capucino And
Sherman H, (2007) Pencegahan Penyakit
Diare
Imam Dan Sukamto(2005) Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan.Gramedia
Depkes
RI.( 2011) Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare.Dirjn PPM Dan PLP.Jakarta.
Hartono.(2007)
Kebiasaan Mencuci Tangan .Erlangga
Fatonah.(2006)
Kebiasaan Mencuci Tangan Yang Baik.Jurnal
Batanoa.(2008)
Kebiasaan Pola Hidup Bersih Dalam Mencuci
Tangan.PHBS 2014.Com
Suharyono.(2005)
Kriteria Diare.Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastyah
(2006) Frekuensi Penyakit Diare.EGC
Berhman(2006)
Volume Dalam Kejadian Diare.
Suriadi(2007) Diare.Kedokteran UI
Widyono(2005.151)
Pencegahan Terhadap Kejadian Atau
Penyakit Diare.Gramedia Jakarta
Notoatmodjo(2010) Pengetahuan Mencuci Tangan Dalam Pencegahan Diare.PT Renika Cipta
Nursalam
(2011) kerangka konsep hipotesis dan
metode penelitian.salemba medika,surabaya
Hidayat,
A. Aziz Alimul. 2006. Riset Keperawatan
Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
Setiadi,(2007)
konsep dan penulisan riset.yogyakarta;graham
ilmu